Jumat, 18 Oktober 2013

MISTERI KEESOKTISAN PASAR BUBRAH


Apa yang akan kita bayangkan ketika kamu naik gunung, tentu yang selalu terbayangkan akan keindahan alam dan keeksotisan puncak yang begitu mempesona terlihat dari kejauhan. Namun apa yang akan kita bayangkan jika keksotisan yang kita lihat ini dibarengi dengan sebuah pesona mistis yang selalu menjadi mitos dari sejarah keberadaan gunung yang kita daki. Ada beberapa istilah yang akan kita temukan sebagai Pendaki Gunung, yaitu tentang keberadaan Pasar Setan dimana pesona mistis dan ghaib dari keberadaan Pasar Setan ini tidak akan pernah lepas dari bayang- bayang para pencinta alam yang berjuang untuk sekedar menikmati keksotisan gunung yang mereka tapaki.

Hal tentang nuansa mistis dan ghaib tersebut tidak akan lepas dari keberadaan Gunung Merapi (2900 Mdpl) yang merupakan salah satu gunung teraktif di dunia yang letusan terhebatnya bisa dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta, Klaten, Boyolali dan Magelang di tahun 2010 yang lalu. Gunung Merapi bukanlah sebuah gunung yang relatif tinggi seperti gunung- gunung yang lain yang ada disekitarnya, bahkan lebih tinggi Gunung Merbabu (3142 Mdpl) yang letaknya bersebrangan dengan Gunung Merapi di jalur Selo, Boyolali. Namun apa jadinya jika Gunung Merapi menjadi gunung yang menyimpan banyak misteri terkait keberadaan Pasar Bubrah yang menurut sebagian orang menjadi Pasar Setannya dari gunung ini.

Bagi para pendaki dan pencinta alam yang ingin merasakan keeksotisan Gunung Merapi dari Pasar Bubrah dapat melewati jalur pendakian Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Dengan intensitas jalur pendakian yang tidak begitu rumit dari wilayah perladangan penduduk hingga menjelang pos 2 dengan jalur menanjak dan berbatu. Setelah melewati tebing jurang Gunung Merapi di pinggiran lahar dingin Sungai Bebeng para pendaki akan menikmati keeksotisan pemandangan alam dari tugu pos 3 yang ditandai dengan adanya Memoriam para pendaki Gunung Merapi yang meninggal di sekitar pos 3. Dari pos 3 ini akan terlihat ke bagian bawah dataran yang cukup luas yang ditengah- tengahnya terdapat jalan menuju Puncak Garuda (2900 Mdpl) dengan medan berbatu dan berpasir. Dataran ini yang sering disebut dengan Pasar Bubrah (dalam bahasa Jawa “Bubrah" berarti ambruk atau hancur), disini para pendaki bisa beristirahat sejenak ataupun memasak perbekalan yang perbekalan yang sudah dibawa dari bawah. Pasar Bubrah memang menjadi tempat favorit bagi para pendaki untuk mendirikan tenda karena tempatnya yang cukup luas dengan diselingi beberapa cerukan batu yang bisa digunakan sebagai tempat untuk berlindung sewaktu badai menerjang Puncak Garuda.

Dahulunya Pasar Bubrah merupakan bekas kawah Gunung Merapi ratusan tahun yang lalu yang telah mati. Ditengah Pasar Bubrah berdiri megah kawah aktif Merapi dengan puncak tertinggi Puncak Garuda. Namun sekarang batu di Puncak Garuda sudah semakin runtuh akibat aktifitas gunung yang yang selalu mengeluarkan asap belerang sulfatara yang begitu dashyat yang terkadang melongsorkan material batu dan pasir sepanjang jalur pendakian menuju bibir kawah dan puncak.

Walaupun sering digunakan sebagai tempat istirahat bagi para pendaki Gunung Merapi namun banyak mitos yang berkembang di kalangan masyarakat lereng Gunung Merapi terkait keberadaan Pasar Bubrah ini. Banyak dan sering diceritakan oleh masyarakat sekitar lereng Merapi yang mengatakan bahwa di Pasar Bubrah merupakan sarang dari makhluk halus penunggu gunung, akan tetapi sebagai manusia para pendaki sendiri pun cukup menghormati mitos yang selalu diceritakan oleh masyarakat setempat, terkait keberadaan Kyai/Mbah Petruk sebagai makhluk penunggu tetap wilayah Pasar Bubrah. Namun diluar pemikiran ghaib dan mitos harus diwaspadai oleh para pendaki yang beristirahat di Pasar Bubrah bahwa di wilayah ini paling sering terjadi badai yang dikarenakan wilayah ini berada di punggungan gunung tanpa ada vegetasi tanaman apapun yang dapat digunakan oleh para pendaki untuk berlindung sehingga sering sekali memakan korban jiwa dari para pendaki yang tidak bisa bertahan dari terjangan badai di Pasar Bubrah ini.   

Apa pun yang akan diceritakan terkait keeksotisan Gunung Merapi dan keberadaan Pasar Bubrah yang menjadi Pasar bagi setan- setan/makhluk halus penunggu Gunung Merapi seluruhnya harus kita jaga sebagaimana seluruh kebenaran dari keberadaan makhluk- makhluk halus penunggu Pasar Bubrah menjadi misteri alam yang kita pun tak akan pernah tahu akan kebenaran ini, dengan tetap menjaga kelestarian Gunung Merapi manusia akan tetap bisa hidup berdampingan dengan alam dan keindahannya biarkan menjadi misteri yang belalu dari kemegahan alam. Salam Rimba........!!!!(A.R.)
Foto Pasar Bubrah Gunung Merapi (terlihat berkabut setelah badai)







Dokumentasi Pendakian Gunung Merapi 30 November 2012

    
alt
Candi Prambanan
adalah mahakarya kebudayaan Hindu dari abad ke-10. Bangunannya yang langsing dan menjulang setinggi 47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi. 
Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi Borobudur, berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya, menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa, di tengah area yang kini dibangun taman indah.
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi. 
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi. Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas. 
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma. Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa). 
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan.
alt
Candi Sewu
merupakan kompleks candi berlatar belakang agama Buddha terbesar di Jawa tengah di samping Borobudur, yang di bangun pada akhir abad VIII M. Ditinjau dari luas dan banyaknya bangunan yang ada di dalam kompleks, diduga Candi Sewu dahulu merupakan candi kerajaan dan salah satu pusat kegiatan keagamaan yang cukup penting pada jamannya. Sedangkan dilihat dari lokasi, letak Candi Sewu yang tidak jauh dari Candi Prambanan, menunjukkan bahwa pada saat itu dua agama besar dunia yaitu Hindu dan Buddha berdampingan secara damai.
alt
Candi Plaosan
Terletak di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Percandian ini terdiri dari dua kelompok bangunan candi yaitu Plaosan Lord an Plaosan Kidul. Plaosan Lor memiliki dua candi utama dalam posisi berjajar utara – selatan dan menghadap ke barat, sedangkan Plaosan Kidul berada disebelah utaranya, berupa sebuah batur pendopo yang dikelilingi dua deret stupa. Kedua candi utama memiliki halaman sendiri-sendiri yang dibatasi pagar batu dengan pintu-pintu gerbang. Kedua halaman dikelilingi oleh tiga deret candi perwara dan stupa yang berjumlah 174 buah. Candi ini dibangun pada pertengahan abad 9 Masehi oleh Rakai Pikatan sebagai hadiah kepada permaisurinya. Kelompok candi Plaosan Lor (utara) terdiri atas 2 candi induk, 58 Perwara dan 126 buah stupa. Kelompok candi Plaosan Kidul (selatan) hanya berupa sebuah candi. Halaman candi induk terbagi 2 yang masing-masing diatasnya berdiri sebuah biara bertingkat dua. Tingkat atas untuk tempat tinggal para pendeta Budha dan tingkat bawah untuk kegiatan keagamaan. Alam nan permai disekitamya. Bangunan ini sangat unik, berbeda dengan bangunan bangunan sesamanya dan lebih mengesankan sebuah kraton (istana). Diperkirakan Balaputera Dewa dari dinasti Syailendra yang beragama Budha mendirikannya pada pertengahan abad 9 Masehi sebagai benteng pertahanan strategis terhadap Rakai Pikatan.
alt
Makam Sunan Pandanaran – Bayat
Makam ini juga dikenal dengan nama makam Sunan Bayat, merupakan makam seorang ulama penyebar agama Islam. Terletak di Desa Paseban, Kec. Bayat, berjarak sekitar 15 km dari Kota Klaten kearah  selatan. 
Makamnya terletak di atas bukit. Kompleks makam Tembayat ini sendiri dibangun sejak tahun 1526 (sengkala: murti sarira jleging ratu) dengan nuansa Hindu yang sangat kental. Jadi lebih tua dari makam Imogiri. Desain kompleks makam ini mengikuti pandangan kosmologis masyarakat Jawa. Begitu masuk, sudah disamput gapura Segara Muncar yang berbentuk candi bentar. Gapura ini sekarang sudah menyatu dengan kompleks permukiman warga dan berdiri di sudut lapangan balai desa. Agak naik ke atas, kita akan bertemu gapura Dhuda, juga berupa candi bentar. Berturut-turut akan menemui gapura Pangrantunan berbentuk paduraksa tanpa pintu, gapura Panemut yang berbentuk candi bentar, gapura Pamuncar seperti gapura Panemut, dan gapura Bale Kencur yang berbentuk paduraksa yang berdaun pintu.  Setelah gapura terakhir, kita akan menemui masjid usianya setua usia kompleks makam ini. Ukurannya kecil, bahkan untuk masuk masjid harus menundukkan kepala. Arsitektur majsid jawa dengan 4 soko guru. Bahan kayu yang dipakai untuk sokoguru, pintu, dan jendela masih asli. Bedung yang sudah termakan usia juga masih ada, ditaruh di luar. Makam tersebut terletak di dalam sebuah bangunan yang luas dan tertutup (lihat foto bawah), dengan tembok yang tebal. Di dalam ruangan, makam tersebut juga ditutupi oleh bangunan dari kayu, dengan selambu kain warna putih.. Di sekitar bangunan tersebut juga terdapat senjata tombak dan payung.
alt
Makam R. Ng. Ranggawarsita
Makam R. Ng. Ranggawarsita terletak di Desa Palar Kab. Klaten, banyak dikunjungi oleh para peziarah terutama kaum cerdik karena diyakini bahwa beliau seorang cendikiawan yang patut diteladani. 
R. Ng. Ranggawarsita sewaktu muda Burham terkenal nakal dan gemar judi. Ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di Desa Tegalsari (Ponorogo). Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat "pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji. Bagus Burham diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Lalu setelah kematian kakeknya (Yasadipura II), Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga keraton Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845. 
Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian. Naskah-naskah babad cenderung bersifat simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita peka terhadap keluh kesah rakyat kecil. Ranggawarsita meninggal dunia secara misterius tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.
alt
Makam Ki Ageng Gribig
Ki Ageng Gribig yang bernama asli Wasibagno Timur atau ada yang menyebutkan Syekh Wasihatno, merupakan keturunan Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Yang mana disebutkan bahwa beliau adalah putra dari Raden  Mas Guntur atau Prabu Wasi Jaladara atau Bandara Putih, putra dari Jaka Dolog adalah putra Prabu Brawijaya V raja terakhir kerajaan Majapahit. Ia adalah seorang ulama besar yang memperjuangkan Islam di pulau Jawa, tepatnya di Desa Krajan, Jatinom, Klaten 
Banyak peninggalan-peninggalan beliau yang menjadi bukti sejarah bahwa Ki Ageng Gribig adalah ulama besar yang berhasil dalam dakwahnya. Salah satu peninggalannya adalah Masjid Besar Jatinom yang dulu dijadikan pusat belajar mengajar, serta tongkat beliau yang sampai sekarang dijadikan sebagai tongkat Khotib ketika shalat Jum'at, serta kolam wudhu yang konon adalah tempat wudhu Ki Ageng Gribig beserta santrinya yang berjarak 50 meter dari Masjid yang bernama Sendang Plampeyan, Gua Suran dan juga Gua Belan. Gua Suran letaknya tak jauh dari Mesjid Besar Jatinom. Gua ini, dulunya, adalah tempat bersemedi Ki Ageng Gribig. Konon, ular dan macan menjadi penjaganya, saat ia bersemedi. Meski berbentuk terowongan, Gua Suran ini tidak terlalu dalam, bahkan lebarnya hanya selebar tubuh manusia. Tingginya, memaksa orang yang masuk ke dalam untuk merunduk, agar tak terantuk atap gua. Tak jauh dari Gua Suran ini, Ki Ageng Gribig sempat memanfaatkan sebuah bangunan kecil sebagai tempat ibadah, saat ia pertama kali datang ke Jatinom.
alt
Jombor Permai
Kawasan Rawa Jombor merupakan daya tarik wisata yang memiliki potensi yang baik dengan pemandangan alamnya yang indah. Rawa Jombor mempunyai fungsi sebagai irigasi, perikanan dan rekreasi. Rawa Jombor terletak di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten atau sebelah selatan sejauh 15 kilometer dari Kota Klaten. Merupakan daerah wisata alam dipadukan dengan kuliner hidangan air tawar. Warung apung sebetulnya hanyalah sebuah bangunan yang mengapung di atas air. Namun warung apung di Rawa Jombor ini memberikan daya tarik tersendiri berikut nuansa kuliner yang ditawarkan. Jumlah warung apung di Rawa Jombor ini cukup banyak dan dibatasi per kapling, para pengunjung tinggal memilih warung apung yang akan dijadikan tempat untuk menikmati wisata kuliner di Rawa Jombor
alt
Dales Indah
Deles Indah merupakan Obyek Wisata yang terletak di lereng kaki gunung Merapi sebelah timur ± 25 km dari Kota Klaten, Deles berada di Wilayah Desa Sidorejo Kecamatan Kemalang, dengan ketinggian antara 800 m – 1300 m diatas permukaan laut. Deles mempunyai potensi spesifik suasana pemandangan alam pegunungan. Dari obyek wisata deles dapat dilihat pemandangan puncak Merapi dengan nyata, pemandangan kota Klaten yang dihiasi dengan cerobong Perusahaan Gula gondang Baru & perusahaan Ceper Baru dengan berselendangkan Rowo Jombor dengan Jajaran Gunung Kapurnya merupakan Panorama yang Indah. Di sekitar Deles Indah ini dikenal pula beberapa peninggalan sejarah dan juga tempat rekreasi khusus antara lain  : Bekas Pesanggrahan Sunan Paku Buwono X Makam Kyai Mloyopati Sendang Kali Reno Taman Rekreasi Ngajaran Taman Pemandangan Pring Cendani Gua sapuangin / Siluman
alt
Sumber Air Ingas
Merupakan pemandian dengan sumber air alami yang berasal dari umbul sekitarnya dan dengan panorama alam yang indah serta sejuk,  Terletak  di Desa Cokro, Kec. Tulung, berjarak  sekitar 17 km dari Kota Klaten kearah utara.   Sumber Air Ingas memiliki luas ± 15.000 m2 terbentang dipinggiran kali busur yang mengalir dari utara ke selatan, sehingga pengunjung yang akan memasuki obyek wisata ini harus meniti jembatan gantung yang justru merupakan daya tarik sendiri dari obyek obyek wisata yang lain. Sumber Air Ingas dengan panorama alamnya yang sejuk dan indah, dan juga disini ada kolam renang, warung warung untuk santai serta lahan untuk tempat peristirahatan yang teduh di bawah rindangnya pepohonan yang besar dan kicauan burung. Obyek wisata ini sangat ramai apabila menjelang bulan puasa tiba banyak pengunjung yang padusan di obyek ini dengan kepercayaan bahwa puasanya akan dapat lancer tanpa halangan suatu apapun harinya.
alt
Desa Wisata Melikan
Adalah sebuah desa yang penghasilan masyarakatnya dari pengrajin gerabah, 12 Km jaraknya dari Kota Klaten. Bahan baku kerajinan gerabah Melikan menggunakan tanah liat yang diperoleh dari daerah sekitar, mempunyai keunikan karena cara pembuatannya dengan tehnik putaran miring dan pengrajinnya yang kebanyakan kaum wanita sangat menjaga adat  budaya ketimuran. Produksi kerajinan keramik  Melikan sangat beragam baik jenis, ukuran , bentuk dan warnanya. Di lokasi ini  juga terdapat Guest Hose, Gedung Laboratorium bantuan pemerintah Jepang, wisata hutan, kesenian campursari larasmadya .
alt
Desa Wisata Duwet
Terletak di Kec. Ngawen, merupakan desa agraris  dengan kehidupan masyarakat yang harmonis dan masih melestarikan tradisi  serta budaya Jawa. Mempunyai daya tarik wisata  keindahan alam, kegiatan pertanian, situs sejarah candi Merak, industri kerajinan (bambu, sulak bulu ayam, wayang kulit), tradisi lokal (bersih desa, saparan, sadranan, sambatan, kumbakarnan)  dan atraksi seni budaya seperti pertunjukan wayang, karawitan dan gejog lesung, kethoprak, jathilan, dll. Selain itu para pengunjung juga dapat menikmati makanan khas berupa rengginang ketela. Bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke desa wisata Duwet dapat menggunakan sarana angkutan pedesaan,  dan bagi yang ingin menginap tersedia sarana akomodasi berupa pondok wisata yang dikelola masyarakat
alt
Kuliner
Jenang Melon, yaitu jenang/semacam dodol dari buah melon yang berpusat di Kalikotes, Kec. Klaten Selatan
alt
Cinderamata
Kerajinan Tatah Sungging, produksinya berupa wayang kulit, hiasan dinding dari kulit yang ditatah dengan corak wayang dll. Terletak di Desa Sidowarno, Kec.  Wonosari.
Kerajinan Payung, hasil kerajinan payung dari kayu dan kertas, hiasan dengan bentuk paying dll.
Kerajinan Tanduk, hasil kerajinannya berupa sisir, entong, tusuk konde, asbak dan pipa rokok, lambang Garuda Pancasila dll. Terdapat di Desa Keprabon, Kec. Polanharjo.
alt
Keunikan Seni Budaya
Yaqowiyu,  Perayaan "Ya Qowiyyu" pertama kali dilakukan Ki Ageng Gribig pada hari Jumat bertepatan tanggal 15 Sapar, sebagai ungkapan rasa syukur atas pemberian nikmat Allah SWT. Rasa syukur itu diungkapkan dalam puji-pujian, berupa kalimat dalam bahasa Arab "Ya Qowiyyu", yang artinya "Allah Yang Maha Perkasa (Kuat)". Kalimat itu dilafalkan berkali-kali. Akhirnya masyarakat menamai prosesi adat itu sebagai "Ya Qowiyyu". "Ya Qowiyyu" merupakan wujud sedekah berupa makanan kepada masyarakat luas. Konon Ki Ageng Gribig bersama Sultan Agung sering shalat Tarawih dan Jumat di Makkah. Suatu hari, sepulang dari Tanah Suci, mereka membawa oleh-oleh tiga buah apem. Tapi, karena jamaah shalat pada waktu sangatlah banyak, maka tiga apem itu dicampurkan dalam apem yang dibuat sendiri untuk dibagikan sebagai oleh-oleh. Meskipun berkali-kali ditambah bahannya, akan tetapi jumlah apem itu tetap belum mencukupi jumlah jamaah yang hadir. Akhirnya Ki Ageng Gribig memutuskan untuk menyebar apem itu seusai shalat Jumat di depan Masjid Besar untuk diperebutkan. Siapa yang mendapatkan apem itu, merekalah yang mendapat berkah. Sejak itu, Ki Ageng berpesan agar jamaah menyisihkan sebagian rezeki untuk bersedekah dan memberi makan pada orang miskin. Dan pesan itu diwujudkan dalam bentuk perayaan "Ya Qowiyyu" yang terus berlangsung sampai sekarang. Meskipun beliau wafat, tradisi "Ya Qowiyyu" masih tetap dilaksanakan. Bahkan dari tahun ke tahun, pengunjung yang datang dalam ritual tersebut semakin banyak. Karena halaman masjid besar Jatinom tidak dapat menampung pengunjung, maka beberapa tahun terakhir ini, pemerintah setempat mengalihkan tempat perayaan ke pinggiran sungai yang terdapat kolam. Kolam itulah yang konon adalah tempat wudhu Ki Ageng Gribig beserta santrinya yang berjarak 50 m dari Masjid. Satu minggu sebelum perayaan "Ya Qowiyyu" dibuka secara resmi, wilayah Jatinom memang tampak ramai oleh orang-orang yang khusus datang untuk menyaksikan rangkaian perayaan tradisional yang sudah berlangsung turun temurun itu. Di antara mata acara yang digelar adalah bursa benda seni, pasar malam, pengajian akbar dan berbagai pertunjukan lainnya. Puncak datangnya para pengunjung baik dari Klaten maupun dari luar kota adalah satu hari sebelum acara penyebaran apem yang biasanya dilaksanakan pada tanggal 14 Sapar pukul 09.00 pagi WIB. Mereka datang sehari sebelumnya, dan menginap di rumah-rumah penduduk di sekitar masjid. Tujuan mereka sama, melihat perayaan tradisi tersebut dan syukur-syukur bisa merebut apem . Acara penyebaran apem diawali dengan pembacaa tahlil dan doa serta acara ritual lainnya. Panitia menyediakan dua menara beton setinggi 4 meter luas 2 x 2 meter persegi sebagai pusat penyebaran apem. Sebanyak 10 orang di masing-masing menara yang mengenakan kaos putih ditugaskan melemparkan apem ke tengah-tengah kerumunan massa. Orang-orang mengacung-acungkan tangan mereka ke arah menara agar tempat mereka berdiri diberi apem. Dan, begitu apem jatuh ke arah mereka, tanpa sungkan-sungkan mereka saling dorong dan berebutan untuk mendapatkannya. Seringkali apem yang semula utuh itu lantas hancur tatkala menjadi bahan rebutan. Ada yang kreatif menggunakan jaring yang diberi galah untuk menangkap apem yang berhamburan. Apem yang disebar dalam perayaan "Ya Qowiyyu" sampai saat ini seberat 3 ton. Begitulah tradisi perayaan "Ya Qowiyyu" yang digagas Ki Ageng Gribig, yang sampai saat ini masih diyakini oleh masyarakat setempat serta yang datang dari luar kota, sebagai perayaan yang mendatangkan berkah bagi kehidupan manusia.
Bersih desa Tanjung Sari, merupakan upacara dengan menggunakan sesaji berupa makanan dan lauk pauk lengkap serta buah-buahan dengan diiringi doa bersama.
Sendratari Roro Jonggrang, mengisahkan jalinan asmara Bandung Bondowoso dengan Dewi Roro Jonggrang yang berakhir secara tragis.

Senin, 08 Oktober 2012

Saat pelatihan membatik di pengunsian
Wedi Klaten

Tim Pelatih membatik dari Batik Mahkota
Lawean Solo
 
Ibu-ibu yang tidak mau ketinggalan belajar membatik

Salah satu hasil pelatihan membatik

Seorang pemuda balerante yang sedang membatik


 
Erupsi Merapi 2010 yang disebut - sebut yang terbesar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, telah menyebabkan kerusakan fisik di berbagai sisi kehidupan. kepedulian akan semakin riil dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak yang mau berbaik hati memberikan sumbangan kepada warga merapi, sebagai donatur.
Sumbangan itu tidak berarti memberikan sejumlah uang kepada warga masyarakat. Warga di Lereng Merapi seperti di Desa Balerante salah satunya. Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten merupakan salah satu desa di lereng merapi yang terkena dampak dari erupsi merapi. Bahkan sebagian wilayah desa tersebut mengalami kerusakan.
Batik merupakan bagian dari budaya leluhur dan warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan. salah satu jenis batik adalah batik tulis. Batik tulis merupakan hiasan kain dengan menggunakan tangan sesuai corak atau tekstur tertentu. Jadi proses pembuatan motifnya juga manual. Ciri dari batik tulis adalah kombinasi warna yang banyak, motif tidak berulang dengan warna dasar gelap atau cerah.
Batik Balerante merupakan batik yang mempunyai ciri khas tersendiri. Motif yang tertuang dalam goresan batik balerante mempunyai motif yang menggambarkan sesuatu yang ada di Balerante. Motif gunung merapi dan keindahan alam pegunungan sangat kental mengilhami dan tertuang dalam goresan warna dalam kain. Motif tersebut muncul sesuai dengan kondisi alam di Balerante. Dengan sentuhan kontemporer dengan isen - isen motif batu dan dedaunan akan menambah khasnya batik Balerante.
Pengerjaan batik Balerante merupakan usaha yang dilakukan oleh kelompok warga. Warga merupakan kurban bencana erupsi gunung merapi yang mempunyai semangat untuk menumbuhkan kembali semangat hidup mandiri dengan wirausaha. Kelompok warga yang mengerjakan kegiatan membatik dilakukan oleh 30 orang. Kelompok tersebut tidak hanya orang tua yang melakukan aktivitas, melainkan anak - anak muda juga turut serta melakukan kegiatan membatik tersebut.
Kegiatan membatik merupakan salah satu upaya meningkatkan taraf hidup paska erupsi merapi. Kegiatan membatik ini memerlukan pewarna yang spesifik. Pewarna menggunakan pewarna yang alami. Pewarna tersebut diambil dari wilayah yang ada di seputaran Balerante. Hal ini akan mengurangi biaya produksi, sehingga biaya produksinya dapat di tekan.
Harga batik Balerante juga tidak jauh berbeda dengan batik - batik lainnya. Batik Balerante dijual dengan harga relatif terjangkau. Harga batik tulis Rp 375.000,00; batik cap Rp 275.000,00; sedang janis sarung Rp 250.000,00. Harga tersebut kain batik dengan ukuran 2x1,5 meter. Kelompok batik Balerante tidak hanya menjual dalam bentuk kain, akan tetapi yang sudah berujud baju dan kaos juga ada. Baju batik dijual dengan harga Rp 400.000,00; sedang untuk jenis kaos batik Rp 75.000,00.
Untuk membeli batik Balerante bisa mendatangi langsung ke kompok batik Balerante yang beralamat di Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Saat untuk pemasaran masih sebatas dari pameran ke pameran. Akses untuk pasar juga masih sangat minim. untuk membeli batik Balerante jangan hanya melihat dari harga yang tertera, akan tetapi nilai sosial dimana dengan membeli batik Balerante senantiasa akan membantu warga kurban erupsi gunung merapi.